CINTA DATANG TERLAMBAT -CERPEN-

Pagi ini adalah hari pertama Senja memasuki sekolahnya, setelah libur selama dua minggu. ‘Aku sekelas dengan Fanny tidak ya?’ berbicara dengan dirinya sendirinya di depan cermin, sambil merapikan rambutnya. Setelah selesai dia melakukan sarapan paginya dan pergi kesekolah dengan diantar oleh sang kakak. Setibanya di sekolah Senja memasuki sebuah koridor yang sudah ramai, dia hanya ingin melihat namanya berada di kelas mana dan setalah itu pergi, tetapi karena ramai akhirnya membutuhkan waktu lama untuk bisa melihatnya.
‘Ternyata aku mendapatkan kelas 12 IPA A dan tidak sekelas dengan Fanny’ ujarnya dalam hati dan dia melangkahkan kakinya ke kelasnya sambil berharap semoga saja dia mendapatkan teman satu bangku yang baik terhadap dirinya.
‘Ternyata aku mendapatkan kelas 12 IPA A dan tidak sekelas dengan Fanny’ ujarnya dalam hati dan dia melangkahkan kakinya ke kelasnya sambil berharap semoga saja dia mendapatkan teman satu bangku yang baik terhadap dirinya.
Pada saat ini, suasana kelas 12 IPA A tidak terlalu serius, dikarenakan masih perkenalan dengan materi baru dan beberapa menyangkut mengenai ujian nasional. Senja sedang duduk dengan seorang perempuan yang telah diketahui bernama Miyuka Azuma, gadis berwajah oriental dengan rambut hitamnya sebahu, menoleh melihat Senja yang sedari tadi memperhatikannya.
“Ada apa Senja?” ujar Miyuka pada Senja.
“Ah....emmmm.. Tidak ada apa-apa Miyuka, aku hanya sedang berpikir saja.” Ujar Senja yang terlihat salah tingkah di hadapan teman barunya itu.
"Apa ada yang mengganggu pikiran mu ?" Tanya Miyuka
Senja menggelengkan kepala, mereka akhirnya menyimak kembali apa yang di sampaikan wali kelasnya itu.
Bunyi bel pulang sekolah telah berbunyi, Senja akhirnya bersiap-siap untuk pulang. Dan setibanya dirumah Senja ditunggu oleh sang ibu.
“Senja, cepat kamu bersiap-siap dan makan, setelah itu kita berangkat.” ucap sang ibu.
“Baiklah bu, Senja ke kamar dulu.” ucapnya sambil menaiki tangga menuju kamarnya.
Setelah mengganti pakaiannya dan makan siang. Senja dan ibunya pergi ke suatu tempat. Setelah selesai dengan urusannya, mereka langsung kembali pulang.
〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄
Sudah genap dua minggu senja menjalani rutinitasnya sebagai murid sekolah tingkat akhir, yang membuatnya semakin sibuk oleh kegiatannya di sekolah maupun di rumah dan membuatnya kelelahan. Pagi ini Senja harus bangun kesiangan yang menyebabkan dirinya harus berlari mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh putaran, tetapi Senja tidak sendiri, dia bersama dengan beberapa murid lainnya yang datang terlambat. Senja berlari bersama mereka, tetapi belum genap mencapai empat putaran, Senja sudah merasakan kepalanya pusing dan tiba-tiba pandangannya gelap dan seseorang pingsan di lapangan. Segera sang guru membawa ke ruang kesehatan.
Setibanya di ruang kesehata.
“Siapa disini yang menjadi teman sekalasnya?” ujar sang guru piket kepada murid- murid.
Senja mengangkat tangannya.
“Saya bu, dari kelas 12 Ipa A” ujarnya sambil menghampiri sang guru.
“Tolong kamu menjaganya sampai dia sadarkan diri, karena petugas kesehatannya sedang ijin. Nanti ibu sampaikan kepada guru yang mengajar di kelas kalian.” ujar sang guru sambil meninggalkan ruangan kesehatan dan diikuti beberapa murid lainnya.
Senja sedang berkutat dengan buku fisikanya, dia bosan menunggu pria itu terbangun. Setelah menunggu sekitar satu jam, pria itu akhirnya terbangun dan menatap sekelilingnya. Dia bingung dengan keberadaan Senja.
“Saya Senja, kamu pingsan sewaktu lari tadi.” ucap senja kepada pria itu.
“Oh, begitu.” ucap pria itu singkat.
Senja kesal dengan keheningan ini.
“Maaf, tapi walaupun kita sekelas. Aku belum mengetahui namamu?” ucapnya menghilangkan suasana hening tadi.
Pria itu menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan,
“Namaku Faris Arrafif.” ujarnya singkat kepada Senja.
“Oh... Faris, namaku Senja Dwi Rana. Salam kenal ya Faris.” balasnya.
“Eeemmm... Faris, apakah kau ingat denganku? Kita pernah bertemu sebelumnya di rooftop rumah sakit” tanyanya kepada sang pria.
Pria itu hanya menatap senja bingung.
“Sudahlah, tidak perlu mengingatnya. Aku akan kembali ke kelas, apa kamu tidak apa-apa aku tinggal disini sendiri?” ujarnya sambil berdiri dari kursi.
Faris hanya mengaggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan senja tadi. Senja keluar dari ruangan kesehatan dan menuju ruang kelasnya.
“Kamu kenapa bisa telat, Ja?” tanya Miyuka setibanya Senja di kelas.
“Tadi aku bangun kesiangan ka.” Ujarnya berbisik.
"Terus kok bisa lama banget? kamu pingsan?" tanya Miyuka.
"Engga kok, tadi ada yang pingsan dan aku nungguin dia di UKS." ujar Senja.
"Ohhh... siapa? cowo apa cewe? kok bisa sih?" ujar Miyuka masih penasaran.
"Ceritanya panjang, entar deh istirahat aku ceritain."
"Okay." ujar Miyuka akhirnya.
Setelah itu, mereka memperhatikan guru fisikanya yang sedang menjelaskan. Waktu pulang telah tiba, Senja keluar dari kelasnya dan saat dia berada di sebuah lorong, dia bertemu dengan Faris.
“Hei, tunggu Faris!” teriaknya memanggil pria itu, Senja mempercepat langkahnya.
Sang pemilik nama berhenti.
“Apa kamu sudah baikan, Faris?” tanya senja.
“Iya" ujar Faris singkat
Balasan pria itu singkat dan berlalu meninggalkan Senja yang masih diam di tempat. Senja kesal dengan sikap pria itu. Dia memutuskan untuk kembali ke rumahnya dengan wajah kesal. Setibanya di rumah, Senja langsung menuju kamarnya, tidak lupa dia menyalami ibunya.
〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄〄
Empat bulan setelah kejadian itu mereka hanya berbicara singkat, itu juga apabila mendapat tugas bersama dan selebihnya mereka tidak peduli satu sama lain. Senja sedang mempersiapkan dirinya untuk ujian akhir semester, dia harus belajar giat agar bisa memperoleh hasilnya dengan baik dan tidak mengecewakan keluarganya yang sudah sangat baik padanya.
Dilain tempat seorang pria sedang berdiri memandangi dua buah nisan putih yang terlihat sudah usang, padangannya kosong, matanya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Sudah berjam-jam dia berdiri disana, tidak ada tanda-tanda, dia ingin beranjak dari tempat itu. Menjelang sore pria itu baru kembali ke rumahnya.
“Kemana saja kamu Ris? Jam segini baru pulang?” ujar seorang pria yang terlihat lebih dewasa.
Yang dipanggil tidak menggubris pertanyaan pria tadi, dia lebih memilih melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Dia sudah muak dengan hidupnya, satu-satunya orang yang mengertinya sudah tidak ada lagi,
'Sudah pergi! Kenapa Tuhan tidak adil pada dirinya? Kenapa Dia selalu mengambil orang-orang yang Faris sayang? Apa salah dirinya?' Ucapnya dalam batin.
Keesokan harinya dia pergi mengunjungi sebuah rumah sakit, untuk menjenguk sang ayah yang sedang sakit keras. Pada waktu yang sama seorang gadis sedang menekan tombol lift. Tidak sengaja mereka bertemu dan memasuki benda kubus tersebut bersama. Faris tidak menghiraukan keberadaan Senja, menurutnya ini hanya sebuah kebetulan yang tidak disengaja. Senja keluar dari benda kubus tersebut lebih dahulu, dia bersama ibunya melangkah menuju sebuah ruang dokter spesialis. Beberapa menit kemudian Senja keluar terlebih dahulu, dia melangkahkan dirinya menuju kantin rumah sakit.
Senja melihat seseorang dibalik kaca rumah sakit, seperti Faris! Dia menghampiri seseorang yang dianggapnya kenal, setibanya di sana dia duduk disamping pemuda tersebut.
“Faris?” panggilnya.
Sang pemilik nama menoleh ke arah sumber suara. Faris terkejut tetapi dirinya mampu menutupi keterkejutannya itu.
“Apa yang kamu lakukan disini?” tanyanya kepada Faris.
“Memangnya kenapa?” jawabnya dengan pertanyaan pula.
“Aku hanya bertanya, kenapa kamu menjawabnya dengan pertanyaan pula?” ucapnya kesal.
"Kenapa kamu engga jawab pertanyaan aku?" ujar Senja semakin kesal.
Faris melihat perubahan pada raut wajah Senja, dia senang setidaknya untuk hiburan tersendiri, membuat wajah Senja yang terlihat begitu kesal. Dengan wajah seperti itu Senja tampak lucu, dan mengingatkannya pada seseorang. Dia rindu dengan gadis itu! Batinnya.
Setelah kejadian di rumah sakit minggu lalu membuat hubungan Senja dengan Faris terlihat lebih bersahabat, walaupun Faris tidak sepenuhnya berubah. Dengan gaya berbicara yang masih terkesan datar dan dingin, tetapi tidak membuat Senja malas berteman dengan Faris. Seperti hari ini mereka terlihat sedang mengerjakan tugas Biologi bersama.
“Aris apa kamu mau berkunjung ke rumahku? Bersama dengan Miyuka dan Fanny?” tanya Senja kepada Faris.
Faris terlihat sedang berpikir dan memulai menimbang.
“Baiklah aku akan mampir ke rumahmu, sepulang sekolah nanti.”
“Yeaayy.....” teriakan gembira Senja.
"Kenapa kamu suka sekali berteriak sih?" ujar Faris datar.
"Kenapa? yang penting engga ada gurunya ini." ujar Senja tidak mau kalah.
Setelah kejadian beberapa minggu lalu Faris jadi lebih sering bermain ke rumah Senja. Faris merasa sangat senang dengan kehangatan keluarga Senja, yang sudah tidak pernah dia rasakan lagi pada keluarganya. Semenjak sang ibu meninggal.
Saat mereka sedang berada di teras depan sambil berbicara ringan.
“Faris” pangilnya kepada sang pria,
“kenapa?” ucapnya sambil menoleh pada Senja.
“Sebenarnya waktu di rumah sakit waktu lalu, apa yang sedang kamu lakukan?”
Wajahnya terlihat lebih tegang, rasa sesak dan gugup menjadi satu. Faris tidak tau apa yang harus dia katakan pada Senja. Apakah harus berbohong atau harus mengaku pada Senja. Faris menatap Senja. Entah kenapa, semakin dia dekat dengan Senja, membuatnya nyaman, dia tidak ingin kehilangan teman yang sudah sangat berharga. Dia hanya mampu memeluk Senja, tanpa mau susah-susah menjelaskan kepada Senja, dirasakannya tubuh Senja yang menegang terhadap tindakan Faris yang tiba-tiba memeluknya. Jantungnya memompa dengan cepat, dirasanya seperti ada kupu-kupu terbang dalam perutnya, dia merasa wajahnya sudah memanas. Dia pastikan pipinya sudah memerah karena tindakan Faris tersebut.
Faris melepaskan pelukannya pada Senja.
“Senja, maaf aku belum bisa menjawab pertanyaanmu. Itu adalah bagian terkelamku.”
“Baiklah, itu adalah hak kamu. Ingin mence
ritakannya atau tidak, maaf aku sudah menyinggungnya.”
Faris menarik nafasnya cukup panjang, dihembuskannya secara kasar serta mengusap kedua wajahnya dan mengulangi menarik nafasnya lagi dan di hembuskannya perlahan.
Faris melirik Senja yang sedang meminum tehnya.
“Besok, apa kamu mau ikut denganku?”
“Ingin pergi kemana memangnya?”
“Aku ingin memberi tahukan kamu sesuatu.” sambil mengusap kepala Senja.
“Baiklah” Senja tersipu dengan sentuhan Faris pada dirinya.
“Besok aku jemput kamu jam 10.”
“Okay.”
“Sudah masuk sana, aku ingin berpamitan pada ayah dan ibu.”
Keesokahan harinya, Faris datang menjemput Senja. Mereka mendatangi suatu tempat yang masih dirahasiakan dari Senja, ketika sampai di tempat tujuan. Senja tampak tidak asing dengan tempat tersebut. '
Seperti pemakaman!' Batinnya.
“Makam siapakah ini?”
“Lihatlah Senja, itu adalah makam ibuku dan disampingnya adalah makam ayahku yang baru di makamkan dua minggu lalu, ditengah adalah makam kakakku.”
Hening sesaat.
“Ibuku meninggal karena penyakit yang dideritanya. Dia sudah lama mengidap penyakit yang sangat menakutkan. Penyakit itu adalah HIV. Aku tidak tau pasti, bagaimana ibu bisa terkena penyakit yang sangat ganas itu. Tetapi..”
Dipejamkan matanya sesaat, seolah dia harus membuka lembaran kisahnya yang memilukan.
“Yang aku tahu pada saat itu, ibu sudah mengandung kakakku, pada saat itu kondisinya tidaklah baik. Ibu harus mengonsumsi obat-obatan untuk bertahan dari virus-virus itu. Pada saat mengadung kakakku, pengobatan dan alat medis belum memadai. Bagi para ibu-ibu yang terkena HIV yang sedang mengadung, dan selama sembilan bulan itu, akhirnya ibu melahirkan kakakku. Dia tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik sama lembutnya dengan ibuku. Tetapi kakak juga harus mengalami sakit yang sama dengan ibu.”
Faris menjeda kisahnya, sambil menatap pada ketiga nisan putih tersebut.
“Pada sepuluh tahun berikutnya ibu mengandung diriku, tapi saat mengadung aku dan kakak laki-lakiku, dia mengupayakan agar anaknya saat ini tidak terkena penyakit yang sama, seperti dirinya dan anak pertamanya. Dengan berbagaicara, ibu terus berkonsultasi pada dokter dan karena teknologi sudah semakin berkembang serta dokter menyarankan ibu untuk mengonsumsi obat-obatan antiretrovira (AVR) dan selalu mengontrol ke rumah sakit untuk dihitung sel CD4 agar lebih dari 350/mm3 untuk bisa terus mengonsumsi AVRselama kehamilan, ibu juga diharuskan mengikuti program PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission to HIV). Agar kandungannya berjalan normal untuk ibu hamil yang terkena virus ganas seperti dirinya.” ujar Faris menjelaskan.
Faris tersenyum, tetapi pandangan matanya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Seolah kali ini dia harus terlempar pada masa kelamnya.
“Berkat berkembangnya teknologi itu, membuat aku dan kakakku tidak terkena penyakit itu. Tetapi itu tidak membuat aku bahagia, karena saat aku berumur delapan tahun. Aku harus kehilangan seorang ibu, pada saat itu aku tidak mengerti apa-apa, sampai pada saat aku berumur empat belas tahun aku harus kehilangan seseorang, dia kakak perempuanku yang dapat menggatikan figure seorang ibu yang sangat aku butuhkan pada masa-masa itu. Tapi tuhan memanggilnya. Tuhan sepertinya mempermainkan hidupku, seolah tidak puas akan keterpurukanku, belum genap sebulan kepergian kakakku. Ayahku harus terkena penyakit yang sama dan disisi lain kakak laki-lakiku, entah sepertinya dia tidak peduli dengan keadaan kami. Dia pergi meninggalkan aku dengan ayahku yang sedang berjuang melawan sakitnya. Aku yang pada saat itu masih berusia empat belas tahun harus mengurus dan mencari uang untuk pengobatan ayahku sendiri dan dia baru kembali setelah mengetahui ayah masuk rumah sakit beberapa bulan lalu. Sungguh aku benci keadaanku, aku benci! Harus kehilangan orang-orang yang aku sayang.”
Senja hanya terpaku mendengar cerita masa kelamnya Faris, dia menahan air matanya yang terus mendesaknya keluar. Senja memeluk tubuh Faris yang begetar, seolah menyiratkan betapa beratnya derita yang harus dia tanggung di usianya yang masih sangat membutuhkan sebuah figure keluarga, tetapi dia harus berbesar hati menerima kenyataan bahwa dia harus kehilangan orang-orang tersayangnya. Cukup lama mereka dalam posisi itu. Seolah manyalurkan semua beban yang harus di hadapinya selama ini. Setelah memakan waktu lama,
Senja memposisikan dirinya untuk lebih dekat dengan nisan kedua orangtua Faris dan kakanya.
“Hai, om .. tante, kenalkan namaku Senja Dwi Rana. Aku adalah temannya Faris Arraffif. Anak om dan tante yang super nyebelin ini.”
“Hai kak vita, salam kenal ya kak.”
“Maaf ya, om, tante dan kak Vita. Senja baru datang kesini, habisnya baru diajak kesini oleh Faris. Om, tante dan kak Vita yang tenang ya disana, doakan kami agar kami dapat meraih impian kami.”
Senja bangkit dan mensejajarkan dirinya pada Faris.
“Ma.. Paa... kak Vita... Faris rindu dengan kalian, semoga kalian bahagia disana. Faris pamit ya mah.. pah dan kak Vita.”
“Om, tante dan kak Vita Senja pamit ya. Kapan-kapan Senja kembali lagi, sampai jumpa.”
Mereka berdua akhirnya memutuskan kembali ke rumah, Faris mengantar Senja pulang. Setibanya di rumah, Senja menahan tangan Faris yang ingin kembali kerumahnya. Senja memeluk Faris menyalurkan berbagai persaannya dalam pelukan itu. Entah bagaimana rasanya Senja merasa gundah, setelah mendengar cerita Faris. Tidak terasa Senja mengeluarkan air matanya, sedetik kemudian dia mengusap dengan cepat air matanya dan melepas pelukannya pada Faris.
“Kamu hati-hati ya, sampai jumpa Aris.”
Senja tidak tahu, sudah sejak kapan dirinya menyukai sosok laki-laki yang berbadan tegap, berkulit tidak terlalu gelap, memiliki mata yang tegas dan memiliki lesung pipi itu. Jantungnya akan selalu memompa lebih cepat, setiap kali berada didekatnya. Senja kamu tidak boleh menyukainya, ingat kamu hanya akan membuat dirinya semakin terpuruk! Kamu hanya akan membuat goresan baru dihatinya Senja! Batin Senja.
Sejak malam itu Senja bertekad untuk menahan perasaannya, dia tidak ingin membuat Faris terluka karenanya. Hari ini dia sedang merasakan sakit. Tubuhnya menggigil, badannya juga demam.
“Senja harus dibawa ke rumah sakit sekarang juga yah.”
“Ibu, tenang jangan panik.” Ujar sang ayah menenangkan.
Keluarganya membawa Senja kerumah sakit. Senja tidak ingin di rawat inap, akhirnya Senja pulang kerumah dan diharuskan beristirahat. Seminggu kemudian Senja sudah kembali bersekolah.
“Kamu sakit apa ja?” tanya Miyuka padanya.
“Hanya demam dan radang kok.”
“Oh. kamu sudah enakan badannya?”
Setelah pulang sekolah Faris mengajak Senja berjalan-jalan, mereka menikmati waktu bersama, mereka seperti terlihat sepasang kekasih yang menjalin kasmaran, tetapi sepertinya hanya Senja saja yang merasakannya. Waktu berlalu semakin cepat, bulan telah menggantikan tugas sang surya. Setiap Faris mengantarkan dirinya pulang. Senja selalu memeluk Faris, seperti tidak ada lagi waktu untuknya bersama dengan pria yang dia suka. Faris yang tidak tahu apa alasan Senja selalu memeluknya, hanya menerima setiap tindakan Senja pada dirinya. Karena Faris hanya menganggap Senja sebagai keluarganya. Sebetulnya Faris sendiri tidak tahu akan perasaannya dengan Senja, dia belum bisa mengatakan bahwa dirinya telah jatuh hati dengan Senja. Dia hanya merasa nyaman dengan Senja, dia seolah menemukan sosok ibu dan kakak perempuannya pada diri Senja. Entahlah! Faris hanya ingin menjalaninya dan dirinya hanya ingin merasakan kebahagiannya saat ini.
Tidak terasa sudah menjelang ujian nasional. Senja dan teman-temannya, siap tidak siap harus menghadapinya. Akan tetapi kondisi Senja kian hari tidak semakin baik, dirinya harus mengunjungi rumah sakit, karena dirinya sedang ujian, dan tidak ingin di rawat inap, berakhir harus mengunjungi rumah sakit setiap hari. Tetapi dia masih menyembunyikan perihal penyakitnya dari teman-temannya termasuk Faris. Tapi Senja masih sempat belajar bareng dengan Faris.
'Aku ingin menikmati waktu berhargaku bersama denganmu, walau dirimu tidak mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Tapi aku bahagia sudah bisa melihat pancaran kebahagian dalam matamu Faris!' Batinya.
Senja sudah mengetahui perasaan Faris terhadap dirinya, dia hanya menganggap Senja keluarga barunya. Katanya dengan bersama dirinya. Dia telah menemukan kenyamanan yang pernah dia rasakan dahulu, sebelum kedua orangtuanya dan kakaknya meninggalkan dirinya. Memang Faris masih memiliki seorang kakak laki-laki, tetapi dia membenci kakaknya yang hanya mementingkan pekerjaannya dan selalu menuntut Faris, terlebih lagi Faris kesal dengan tindakan sang kakak yang pergi meninggalkan dia dan sang ayah, walau telah dia maafkan semua perbuatan kakaknya tapi dia masih kesal.
Senja senang akhirnya dia dapat memberikan kenyamanan pada seseorang yang dicintainya. Walau begitu Senja tetep sama dengan gadis lainnya, dia merasa hatinya bagai dihimpit oleh beban yang beratnya berton-ton. Rasanya sesak, dia hanya mampu mencurahkan semua kesedihannya pada buku berwarna biru.
Sebulan kemudian setelah ujian selesai. Tiap kali Faris dan sahabatnya ingin mengajaknya berlibur, Senja hanya memberitahukan bahwa dirinya sudah pergi berlibur dirumah sang nenek, dia tidak mau sahabatnya terlebih Faris mengetahui bahwa dirinya sedang sakit.
‘Tuhan, apabila sudah tiba waktunya diriku untuk kembali, aku hanya ingin Faris mendapatkan kebahagiannya. Jangan biarkan dia kehilangan orang yang dia sayangi lagi tuhan! Batinnya.
Selama itu Senja menghabiskan hari-harinya dirumah sakit, dia terus berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dia habiskan waktu yang membosankan itu dengan menulis segala surat untuk sahabat, keluarga dan tentunya ‘DIA’ setiap ada kesempatan dia selalu membalas isi pesan singkat yang dikirimkan Faris dan sahabatnya.
'Sunggu rindu ini amat sangat menyiksa tuhan! Batin Senja.
Tetapi disatu sisi ada seorang pria yang tampak gundah. Bagaimana tidak, seorang yang telah memberikan warna dihidupnya sedang berlibur cukup lama, yang dia sendiri tidak tahu kapan gadis itu pulang. Dia mengambil handphonenya dan meluncurkan ruas jari-jarinya yang panjang dan kokoh itu, pada sebuah benda berbentuk persegi panjang.
Me : Hei, bagaimana suasana disana
Senja.R : It’s so delight. 😚Me
Me : Jadi pengen nyusul nih. 😄
Senja.R : Sini... jangan Cuma ngechat aja.
Me : Wah pengennya sih, tapi apalah daya kamu jauh sih 😔
Senja.R : Hahaha... baru di Bandung aja dibilang jauh, LEBAY kamu
Me : Ahhh, ngeledek ya. Jadi kangen kan 😢
Senja.R : Duh kasihan abangku.. peluk dedek sini.
Me : Kamunya buruan pulang dong 😔Senja.R : iya... aku pasti pulang, tunggu aku ya. 😘
Me : always, baby 😘😘
Senja.R : hahaha... okay. don’t go anywere.
Me : okay, my sweetheart.
'Aku masih menunggu balasan chat dengannya, tapi sudah sekitar 5 menit tidak kunjung datang balasannya. Apa mungkin dia sudah terlelap?' Batin Faris.
Sudah sekitar seminggu, terakhir Faris berinteraksi dengannya waktu di chat minggu lalu. Kenapa Senja jadi sering tidak ada kabar gini? Apa mungkin dirinya sedang menikmati liburan dengan keluarganya? Batinnya.
Dilain tempat ada seorang gadis sedang mengunjungi sebuah pemakaman. Dipandangi ketiga batu nisan putih itu dengan pandangan yang sedih. Gadis itu memposisikan tubuhnya agar lebih dekat dengan kedua nisan putih itu.
“Hai.. om, tante dan kak Vita, Senja datang lagi tapi Senja tidak dateng bersama dengan Faris.”
“Senja datang kesini karena Senja ingin minta maaf, tidak bisa terus berada disisi Faris, tidak bisa menjaga anak om dan tante. Tidak bisa memberikan kenyamanan lagi pada adik kak Vita. Karena Senja juga harus pergi.” Ucapnya sambil terisak.
“Om, tante dan kak Vita sekali lagi Senja minta maaf.... dan Senja pamit pulang ya. Sampai jumpa.” Diiringi dengan langkah yang kian menjahui makam tersebut.
Ditempat yang berbeda ada seseorang yang baru menyadari perasaannya kepada sang gadis. Dirinya baru menyadari setelah ditinggal berlibur oleh sang gadis. Dia sudah membulatkan tekadnya bahwa dia akan menyampaikan perasaannya, pada sang gadis setelah gadis itu pulang dari liburannya. Dirinya sudah sangat menunggu moment tersebut.
Tetapi takdir berkata lain, dua hari setelah mengunjungi makam kedua orangtua dari sang pujaan hati. Dirinya harus terbujur kaku disebuah kamar rumah sakit. Seolah dia mampu melihat tubuhnya sendiri yang terbujur kaku, derai tangis keluarga tidak terhelakkan. Kini gadis itu hanya mampu memandangi kondisi tersebut dan perlahan dirinya mengikuti sebuah cahaya yang menuntunnya pada ruang dimensi lain.
Faris yang berniat ingin mengunjungi Senja, sudah di kagetkan dengan bunyi phonesel miliknya. Setelah itu dirinya bergegas menemui seseorang yang selama ini membuatnya gelisah, rindu yang menyesakkan jiwa. Faris hanya menatap tubuh gadisnya dengan pandangan nanar, seolah dia sudah terbiasa melihat hal tersebut. Dirinya terasa ditarik kembali ke dunianya yang kelam tanpa ada sentuhan warna di hidupnya. Dia hanya melihat tanpa ingin menyentuhnya untuk yang terakhir kali. Dia mengantarkan sang gadis ketempat peristirahatan yang terakhir. Di pandangi batu nisan bertulisna ‘Senja Dwi Rana bin Rahardian Saputra’ Faris tidak beranjak dari tempat tersebut, tubuhnya sudah lemas.
“Tuhan kenapa kau mengambil seorang yang amat sangat berharaga bagiku? Tidak cukupkah kau mengambil keluargaku? Aku sangat mencintainya Tuhan! Tidak bisakah engkau kembalikan dia padaku? Bahkan aku belum sempat mengutaran perasaanku padanya! Aku membencimu Tuhan! Kau selalu mengambil mereka yang aku sayangi!” Teriakannya.
Tanpa dia sadari sahabat dan Ibunya Senja menyaksikannya,
Betapa memilukannya kejadian yang dilihat oleh sang Ibu, ternyata ada yang lebih kehilangan dibandingkan dirinya. Ada yang lebih terpuruk dari pada dirinya. Sang ibu menghampiri pemuda tersebut, dirinya hanya mampu menopang tubuh kokoh sang pemuda yang saat ini terlihat rapuh. Memeluknya seperti memeluk anaknya sendiri.
Akhirnya mereka pulang, Faris dipaksa oleh ibunya Senja untuk menginap dirumahnya, ibunya ingin memberikan beberapa barang yang sudah dititipkan pada dirinya untuk Faris. Esokan harinya Faris telah mendapatkan sebuah Box yang berukuran sedang, yang terdapat barang-barang Senja untuk dirinya. Ibunya tahu bahwa anaknya mencintai pemuda ini yang telah dianggap sebagai anaknya sendiri, bahkan Senja juga menceritakan masalalu pemuda ini. Semoga kamu diberi kebahagian oleh Tuhan Faris! Batinnya.
“Ibu, Faris pamit pulang ya, sampaikan salam Faris pada ayah dan yang lainnya”
“Iya nak, berhati-hatilah kamu. Berkunjunglah kamu kerumah ini bila ada waktu. Kami juga keluargamu, jadi jangan lupakan itu. Ibu telah menganggapmu sebagai anak ibu, jadi apabila dirimu mengalami kesulitan datanglah kemari, pintu rumah ini selalu terbuka untukmu nak.”
“Terimakasih ibu, aku akan mengingat itu” ujarnya sambil memeluk Ibu.
“Nak, ingatlah selalu pada pesan ibu. Jangan sampai kamu membenci Tuhan, atas takdir yang sudah digariskan untukmu, mungkin akan ada sesuatu yang lebih indah, dibalik derai air matamu nak, bersyukurlah sebanyak-banyaknya maka beban yang kau pikul selama ini akan berkurang.”
Faris tidak kuasa untuk membendung air matanya. Dia menangis dalam dekapan seorang ibu, yang menganggap dirinya adalah bagian dari keluarga ini. Setelah itu dia pulang, dikamarnya dia membuka sebuah box yang dibawanya tadi. Dilihat berbagai surat-surat dan sebuah buku diary berwarna biru. Dia membuka suratnya satu persatu. Dibacanya dengan teliti. Setelah selesai membaca surat, dilanjutkan dengan buku diary biru yang berisikan curahan hati Senja.
Setelah membaca semuanya dirinya baru mengetahui bahwa Senja mengidap penyakit lymphocytic choriomeningitis (LCM) sebuah penyakit yang terinfeksi arenavirus pada daerah otak dan sumsum tulang belakang. Bahkan yang dia ketahui vaksin dari penyakit tersebut belum ditemukan.
'Kenapa kamu sembunyikan sakitmu dari aku Senja?' batin Faris.
Dan selama ini Senja sudah menyukai dirinya, dia menahan semua perasaannya.
'Kenapa kau bodoh sekali Faris, sampai tidak menyadari bahwa selama ini kau sudah membuat Senja menderita akibat ulahmu? Kenapa aku baru menyadarinya bahwa aku sangat mencintainya? Kenapa cinta ini datang setelah kamu pergi Senja? bahkan belum sempat aku mengucapkannya! Apa kamu lelah menungguku, Senja?' Batinya.
Faris mengingat kejadian tiga tahun silam, saat itu dirinya sedang berada dirumah sakit, disanalah Faris kehilangan sang kakak. Dan dia berniatan ingin mengakhiri hidupnya untuk bisa bergabung bersama sang ibu dan kakaknya disana.
Dia menaiki tangga sampai ke rooftop rumah sakit, disaat dia berancang-ancang ingin menjatuhkan dirinya. Ada seseorang yang menarik tangannya dan membuat dirinya menjauhi tepi gedung. Seorang gadis dengan pakaian pasien.
“Apa kamu tidak memiliki otak?”
“Caramu salah, bila ingin mengakhiri hidup. Bila seperti itu sama aja kamu menyusahkan orang lain tahu engga ?” ujar Senja
"Apa urusan kamu. Jangan mendekat!" ujar Faris kalut
“Masih banyak orang berjuang untuk hidup dengan cara apapun, tapi kamu diberikan hidup lebih panjang sudah menyia-nyiakannya.”
"Kamu engga akan tau hidup aku ini. Karena Tuhan engga pernah adil. " ujar Faris
“Seberat apapun masalahmu hadapi, jangan kau mengakhiri dengan cara bodoh begini.”
"Aku engga tau sebesar apa masalahmu, tapi kamu hanya perlu melihat bahwa masih banyak orang lain yang tidak seberuntung kamu."
"Kamu hanya perlu belajar menerima dan bersyukur, maka semua beban yang kamu rasakan dalam hidup mu, akan berkurang." ujar Senja
Ucapan remaja putri itu mampu membatalkan tindakan seorang remaja yang sedang mengalami gejolak perasaannya pada saat itu.
Dan tidak Faris sangka bahwa remaja putri yang berada tiga tahun silam adalah Senja.
'Pantas saja awal pertemuan, dirinya sudah menanyakan apakah aku mengingatnya? Aku sekarang mengingatmu Senja!' Batinnya.
Faris terlelap dalam tidurnya, dia lelah dengan semua kejutan yang datang tiba-tiba. Dengan kejadian yang bagaikan menghunuskan jantungnya oleh ribuan belati tajam. Walau ada satu kabar gembira yang tadinya ingin di jadikan sebuah kejutan untuk Senja, bahwa dirinya mendapat beasiswa disalah satu universitas di negeri paman sam dengan jurusan kedokteran. Dan dengan adanya kejadian ini semakin memantapkan pilihannya pada jurusan itu dan dia ingin membuat vaksin untuk penyakit yang diderita Senja serta ini membuat obat penawar bagi penderita HIV.
Dua minggu setelah kepergian Senja, Faris memutuskan untuk segera berangkat ke Amerika. Dan sebelum keberangkatannya dia berpamitan pada keluarga barunya. Sebelum dirinya pergi ke bandara, Faris menyempatkan diri untuk singgah sebentar disebuah makam.
“Senja, hari ini aku ingin berangkat ke Amerika untuk meneruskan pendidikanku.”
Hening.
“Senja, semoga aku dapat menyelesaikannya dengan cepat ya, dan sungguh aku sangat mencintai dirimu. Aku sudah mengikhlaskanmu.”
Faris mengusap air matanya yang menggenang di pelupuk matanya.
“Terimakasih banyak, kamu telah datang dikehidupanku. Aku mengingat dirimu pada kejadian tiga tahun silam, saat itu kau yang menarik tanganku agar aku tidak jadi mengakhiri hidupku, dan dengan kata-katamu membuat aku tersadar Senja. dan sekarang aku tidak menyesalinya walau harus kehilangan orang yang berharga lagi, ada seseorang yang berpesan bahwa aku harus menerima takdir yang sudah Tuhan gariskan untukku dan jangan lupa bersyukur atas segalanya yang terjadi. Aku akan selalu mengingat pesan itu. Senja terima kasih, kamu telah meninggalkan keluarga untukku, kamu mewujudkan keinginanku yang berharap bisa memiliki keluarga seperti keluargamu. Terimakasih Senja, I Love you....... my sweetheart.”
Faris menaruh bunga lily putih seraya bangkit dari sana.
“Aku pamit, sampai jumpa Senja.”
-TAMAT-

Komentar
Posting Komentar